Oleh: Abu Mujahidah al-Ghifari, Lc,
M.E.I.
Rasa sakit adalah salah satu bentuk
ujian dari Alloh ta’ala. Sabar menyikapi segala macam penyakit yang
menimpa dengan tetap berprasangka baik kepada Alloh akan mengangkat derajat dan
menghapus dosa seorang hamba. Akan tetapi, kesalahan dalam menyikapi ujian
berupa penyakit dapat merusak keagamaan seseorang.
Sakit yang menimpa manusia
membuktikan bahwa manusia butuh kepada Alloh subhanahu wa ta’ala yang
berkuasa atas hamba-hamba-Nya. Dialah Alloh yang berhak memberi manfaat dan
mudharat kepada makhluk-Nya. Manusia yang membutuhkan manfaat dan perlindungan
dari mudharat harus meminta kepada-Nya. Di antara rahmat Alloh atas
hamba-hamba-Nya, Dia tidaklah menurunkan penyakit di muka bumi ini melainkan
Dia turunkan pula obat penawarnya.
Al-Bukhori meriwayatkan dari Abu
Huroiroh rodhiallohu anhu, dari Nabi sholallohu alaihi wasallam bahwa
beliau bersabda, “Tidaklah Alloh turunkan penyakit melainkan Alloh turunkan
pula obat penawarnya.” (HR. Bukhori No. 5678)
Jumhur ulama dari kalangan mazhab
Hanafi dan mazhab Maliki berpendapat bahwa berobat hukumnya mubah yaitu
dibolehkan. Sementara ulama mazhab Syafi’i, Al-Qadhi rohimahulloh, Ibn
Aqil rohimahulloh dan Ibn al-Jauzi rohimahulloh dari kalangan
ulama Hambali rohimahulloh berpendapat bahwa berobat hukumnya mustahab
yaitu dianjurkan.
Sebenarnya berobat merupakan sebab
menyembuhkan penyakit yang dibolehkan oleh Alloh dan Rosul-nya. Sebab tersebut
merupakan ikhtiar seseorang dari takdir menuju takdir. Akan tetapi, hak kesembuhan
tetap milik Alloh subhanahu wa ta’ala semata.
Muslim meriwayatkan dari Jabir rodhiallohu
anhu, dari Rasululloh sholallohu alaihi wasallam bahwa beliau
bersabda, “Setiap penyakit terdapat obat penawarnya, maka apabila obat
penyakit tersebut tepat maka atas izin Alloh akan terbebas.” (HR. Muslim
No. 5741)
Dalam hadits-hadits shohih telah
disebutkan perintah berobat, dan berobat tidaklah menafikan tawakal.
Sebagaimana makan karena lapar, minum karena dahaga, berteduh karena panas dan
menghangatkan diri karena dingin tidak menafikan tawakal. Tidak akan sempurna
hakikat tauhid kecuali dengan menjalani ikhtiar (usaha) yang telah dijadikan
Alloh ta’ala sebagai sebab musabab terjadi suatu takdir. Bahkan
meninggalkan ikhtiar dapat merusak hakikat tawakal, sebagaimana juga dapat
mengacaukan urusan dan melemahkannya. Karena orang yang meninggalkan ikhtiar
mengira bahwa tindakannya itu menambah kuat tawakalnya. Padahal justru
sebaliknya, meninggalkan ikhtiar merupakan kelemahan yang menafikan tawakal.
Sebab hakikat tawakal adalah mengaitkan hati kepada Alloh subhanahu wa
ta’ala dalam meraih apa yang bermanfaat bagi hamba untuk dunia dan agamanya
serta menolak mudharat terhadap dunia dan agamanya. Tawakal ini harus disertai
dengan ikhtiar, jikalau tidak berarti ia telah menafikan hikmah dan perintah
Alloh. Janganlah seorang hamba itu menjadikan kelemahannya sebagai tawakal dan
jangan pula menjadikan tawakal sebagai kelemahannya. (Ibn al-Qayyim, Zaad
al-Ma’ad IV/15)
Pada kondisi-kondisi tertentu
berobat diwajibkan kepada orang tertentu dalam kondisi tertentu yaitu bagi
seorang yang jika meninggalkan berobat bisa jadi membinasakan diri, anggota
badan atau dirinya jadi lemah, juga bagi orang yang penyakitnya bisa berpindah
bahayanya kepada orang lain.
Syaikh Shalih al-Munajjid hafidzahullah
dalam fatwanya No. 2148 yang dimuat dalam situs islamqa.info menjelaskan
rincian hukum berobat sebagai berikut:
- Berobat jadi wajib jika tidak berobat dapat membinasakan diri orang yang sakit.
- Berobat disunnahkan jika tidak berobat dapat melemahkan badan, namun keadaannya tidak seperti yang pertama.
- Berobat dihukumi mubah (boleh) jika tidak menimpa pada dirinya dua keadaan pertama.
- Berobat dihukumi makruh jika malah dengan berobat mendapatkan penyakit yang lebih parah.
Dalam Islam, ada beberapa obat yang
sangat dianjurkan untuk dikonsumi, baik untuk pencegahan maupun untuk
pengobatan. Di antara yang disebutkan dalam nash sebagai obat adalah
madu, habbahtussauda, minyak zaitun, bekam, ruqyah, kurma ajwa dan lain-lain.
Tentu, keyakinan terhadap apa-apa yang disebut sebagai obat oleh Alloh dan
Rosul-Nya harus diyakini dengan sepenuhnya, karena itu adalah wahyu Alloh dan
Dia Maha Mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk bagi hamba-Nya.
Dalam kitab hadits shohih al-Bukhori
terdapat bab khusus tentang pengobatan yaitu kitab al-Thibb yang
berarti: Kitab Pengobatan. Demikian pula Imam Muslim banyak meriwayatkan
hadits-hadits tentang pengobatan dalam kitab shohihnya. Berikut contoh ayat dan
hadits-hadits yang menjelaskan tentang obat yang dianjurkan untuk dikonsumsi.
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman
tentang lebah dalam al-Qur’an:
يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ
شِفَاءٌ لِلنَّاسِ
“Dari perut lebah itu keluar cairan
dengan berbagai warna, di dalamnya terdapat kesembuhan bagi manusia.” (QS. Al-Nahl [16]: 69)
Al-Bukhori meriwayatkan dari Ibn
Abbas rodhiallohu anhu, dari Nabi sholallohu alaihi wasallam bahwa
beliau bersabda, “Kesembuhan terdapat dalam tiga hal, yakni sayatan alat
bekam, minuman madu, dan sundutan api. Aku melarang ummatku dari sundutan api.”
(HR. Bukhori)
Riwayat Al-Bukhori lainnya, dari Abu
Huroiroh rodhiallohu anhu bahwa beliau mendengar Rasululloh sholallohu
alaihi wasallam bersabda, “Habbah Sauda adalah obat dari segala
macam penyakit kecuali kematian.” (HR. Bukhori No. 5688 dan Muslim
No. 5761)
Ibnu Majah meriwayatkan dalam kitab
sunannya dari Abdulloh ibn Umar, dari bapaknya rodhiallohu anhu, beliau
berkata bahwa Rosululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda,
“Gunakan zaitun sebagai lauk dan minyak, karena ia merupakan pohon yang
diberkahi.” (HR. Ibnu Majah)
Adapun obat-obatan yang sudah diuji
secara ilmiah ilmu kedokteran maka tidak mengapa bagi seorang muslim
mengkonsumsinya selama kandungan obatnya halal, dan juga dibolehkan berobat
kepada dokter. Dibolehkan pula obat-obatan tradisional yang sudah teruji
berdasarkan eksperimen dari para ahlinya yang mengetahui formula obat-obatan,
karakteristik dan cara penggunaannya.Tapi peru diingat, bahwa hak kesembuhan
hanyalah milik Alloh sehingga selain menjalani ikhtiar dengan berobat juga
harus diiringi dengan berdoa kepada Alloh. Sedangkan berobat kepada dukun,
orang pintar, lewat bantuan jin, menggunakan benda-benda keramat, sihir,
ataupun yang tidak lazim serta tidak masuk akal seperti Batu Ponari, maka jelas
diharamkan yang bisa mengarahkan pada kesyirikan. Wallohu ta’ala a’lam…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Masukan Komentar Anda dengan Daftar di Blog Kami